Halte Sastra – Alice Munro, Politik Nobel, dan Pramoedya Ananta Toer

Halte Sastra

“Sebagian dari kita mungkin tidak seratus persen percaya pada pepatah tentang apa arti sebuah nama. Entah sebuah kebetulankah, hingga di suatu momen perbincangan santai awal bulan lalu, setelah sebelumnya mendapat tawaran dari lembaga kesenian di Sumatera Selatan untuk ambil bagian mengisi sebuah stan pada ajang tahunan di pelataran stasiun Radio Republik Indonesia Palembang, salah seorang dari kami mencetuskan Halte Sastra sebagai nama aktivitas yang memang sering mempertemukan lingkar kami belakangan.

Filosofi halte memang cukup mengena. Kami membayangkan sebuah ruang temporer yang memertemukan banyak orang dengan peta beragam tujuan. Komunikasi lantas terbangun antar calon penumpang, saling berkenalan, bercakap-cakap, berbagi wacana, bertukar gagasan, dan kemudian singgah di halte perhentian berikutnya untuk kembali bertemu dengan wajah-wajah.”

Kutipan kalimat pembuka dalam materi Halte Sastra tersebut menjelaskan bagaimana Halte Sastra itu dapat hadir di dalam masyarakat.

Halte Sastra merupakan wadah dimana kita dapat berbicara tentang apa saja dalam konteks sastra. Mempertemukan berbagai elemen untuk bergabung dan berdiskusi, khususnya tentang sastra.

Pada Hari Minggu, tanggal 28 Desember 2013, Halte Sastra membuat suatu acara Ngobrol bareng dan diskusi. Dengan tajuk “Alice Munro, Politik Nobel, dan Pramoedya Ananta Toer”, disitu kita berbicara tentang Karya Alice Munro serta relevansinya dengan politik nobel dan sastrawan tanah air.

Acara yang diselenggarakan di Pelataran Dewan Kesenian Kota Palembang tersebut di hadiri oleh para sastrawan Kota Palembang, teman-teman dari Ruang bebas baca, Nulis Buku Club Unsri-Palembang, dan teman-teman lainnya yang mencintai Sastra. Selain itu, pada kegiatan ini juga terdapat ruang baca gratis buku-buku dari sastrawan Nasional dan juga lokal.

#5

#1

#2

Diskusi ini dimulai pada pukul 15:oo WIB. Dibuka oleh Koordinator Komite Sastra Dewan Kesenian Palembang yaitu Sudarto Marelo. Beliau juga berbicara tentang regenerasi penulis atau sastrawan. Bagaimana kita harus dapat menciptakan penerus dalam hal sastra dan budaya. Pak Darto juga menyempatkan membaca puisinya sendiri yang berjudul “Saksi” dan “Mengenang”.

Kak Darto

Setelah sambutan dari Ketua Dewan Kesenian Palembang yang sekaligus membuka acara Halte Sastra, Diskusipun segera dimulai. Acara diambil alih oleh kak Subhan yang juga menjadi moderator acara langsung memperilahkan Kak Ahmad Muhaimin untuk mengisi acara diskusi. Kak Muhaimin atau yang sering disapa Kak muhai adalah seorang penulis dan juga penerjemah karya -karya Sastra.

#3

#4

Dalam diskusi ini Beliau menjelaskan kekagumannya pada kegiatan diskusi dan ngobrol bareng tentang sastra dan memberikan apresiasi yang bagus. Dalam diskusi ini beliau juga menceritakan tentang Siapa itu Alice Munro, sejarah tentang Alice Munro serta berdiskusi tentang Alice Munro dan keterkaitannya mendapatkan Nobel (Politik Nobel) yang merupakan Perempuan ke-13 yang meraih nobel sastra. Kak Muhai juga menjelaskan tentang kecenderungan memberikan sebuah Nobel kepada Penulis cerita pendek , bukan kepada penulis novel, penyair atau yang lainnya, yang mana hal itu dianggap sesuatu yang jarang terjadi sekaligus menarik.

Untuk menenangkan suasana, pada acara ini juga diisi oleh penampilan Musik Akustik Rejung Pesirah.

#6

Diskusi berjalan asik, dengan kondisi yang santai, nyaman dan kekeluargaan. Para peserta mendengarkan dengan khidmat penjelasan dari kak muhai. Diskusi ini juga diisi dengan sesi tanya jawab pada akhir acara.

Diskusi yang telah berjalan selama 2 jam itupun selesai pada pukul 17:00.Sebuah acara yang sangat memberikan ilmu baru, sebuah kegiatan yang sangat positif untuk membangun dan memajukan satra di Palembang secara khusus dan  Indonesia bahkan dunia.

_dyazafryan_