Pergilah..

“Halo Nia” aku menjawab telepon Nia dengan malas.

“Rin, nanti malam aku telat yang kerumah kamu. Aku masih ada kerjaan nih.”

“Iah nggak apa-apa Nia.”

“Oke deh. Siapin cerita ya buat nanti malam. Dah Arin sayang”

Belum sempat aku membalas ucapan Nia, Dia telah menutup telepon terlebih dahulu. Aku baru tersadar kalau malam ini adalah malam minggu. Nia biasa menginap dirumahku saat weekend. Untuk sekedar saling bercerita atau terkadang membantunya menyelesaikan tugas kuliahnya. Tapi Nia sudah 3 minggu ini tidak mampir, sehingga membuatku lupa akan hal itu. Ditambag sibuk bekerja, aku semakin melupakan kegiatan malam minggu kami. Seperti biasa juga 3 minggu ini aku hanya menghabiskan malam minggu dirumah, lebih tepatnya dikamar yang bercat putih dengan polkadot-polkadot pink ini. Sibuk dengan laptop dan beberapa dvd film. Kali ini aku memilih untuk membaca novel sembari menunggu kedatangan Nia.

*

Waktu sudah menunjukan pukul 09.00 malam dan tanda-tanda kehadiran Nia belum juga terlihat. Aku bergegas mengambil handphoneku untuk menanyakan kabar Nia. Namun tiba-tiba Nia hadir dan mengagetkanku.

“ARINNNNN!!!!” teriak Nia histeris yang masuk tanpa mengetok pintu kamar. Nia berlari kearahku, melemparkan tasnya ke lantai dan memelukku yang sedang membaca novel.

“Aku kangen kamu.” ucap Nia.

“Aku juga kangen, kamu sibuk terus.” ucapku yang juga membalas pelukan Nia.

“Iah maaf ya.” Nia melemparkan senyum manisnya dan bangun dari tempat tidur, menutup pintu dan mengambil tasnya.

“Nih, aku bawa makanan banyak.” Nia mengeluarkan semua isi tasnya ke atas tempat tidurku. hampir semuanya berisi makanan ringan. Aku hanya tersenyum dan mengambil satu coklat kesukaanku.

*

Aku dan Nia berbaring diatas tempat tidur dan menghadap langit-langit kamar. Sebuah kebiasaanku dan Nia.

“Gimana perkembangan sama Aris?” Tiba-tiba Nia bertanya padaku. Aku diam dan masih menatap langit-langit sampai akhirnya Nia menggelengkan kepalanya menghadapku dan mencubit pipiku.

“Eh ditanyain malah diem.”

“Ya…. begitulah,” jawabku datar.

Nia mengehela napasnya dan kembali menatap langit-langit kamar.

“Pasti deh gagal. Kenapa sih kamu susah banget buat buka hati sama orang lain lagi.” Nia tampaknya sedikit kesal padaku. ” trauma? atau masih susah ngelupain Ryan?” sambung Nia.

Aku masih diam. Namun aku tak mau membuat Nia semakin kesal.

“Ehmm.. Aku takut gagal lagi Nia.” Aku menjawab pertanyaan Nia. Nia kemudian bangkit dari tidurnya dan duduk bersilah menghadapku. Aku menatapnya.

“Kenapa takut?”

“Kamu tahu kan, berapa kali aku gagal.3 tahun menjalani hubungan, gagal. 2 tahun juga gagal. Eh, ada yang serius banget, Tuhan justru manggil dia. Aku nggak mau gagal lagi.”

“Rin, kalo kamu nggak berani mencoba lagi. Kamu nggak akan pernah tau Rin. Semua orang pasti Gagal. Tapi bukan berarti harus berhenti mencoba.” Mendengar ucapan Nia, aku kemudian bangkit dan duduk mengadapnya. aku memeluk bantal tidurku dan mencoba mendengarkan Nia.

“Yang sudah terjadi biarin terjadi. Kalo kamu nggak berani mencoba, kamu lebih terlihat buruk dari orang yang gagal. Kegagalan bukan akhir dari segalanya Rin.”

“Tapi kan…” belum sempat aku berkata-kata, Nia telah memotong ucapanku.

“Coba deh, hilangin rasa takut kamu. Kamu harus berani. Semuanya memang pasti ada resiko, tapi ketika kamu berani menghadapi semuanya, rasa takut kamu akan hilang.”

Aku hanya bisa diam mendengarkan setiap masukan-masukan dari Nia. Aku rindu berbagi cerita seperti ini dan Nia hadir tepat pada waktunya.

“Kamu juga harus berani melepaskan dan mengikhlaskan yang sebelumnya terjadi,” Sambung Nia.

Aku tertunduk. Tak kuasa menahan tangis. Airmatapun membasahi bantal yang kupeluk.

“Coba deh buka hati kamu lagi untuk bisa mencintai orang lain. Pelan-pelan saja Rin.”

Dengan cepat aku memeluk sahabat terbaikku. Aku tak berkata-kata, namun sebuah tangis itu mewakili semua perasaanku.

 

Sebuah cerita untuk #14DaysofInspiration #IWriteToInspire. Tema : Keberanian